Fira | Puisi

Aku Mencintaimu

Bagiku…
setiap hari
adalah hari yang bernamakan
cinta
karena selalu ada cahaya
yang menorehkan
kasih sayang pada hatiku
yaitu
kasih bunda

Bila semua bintang
bertahta dengan kata cinta
itu semua tak ‘kan cukup
‘tuk ku persembahkan
pada wanita bidadari itu

Dalam kata indah sucinya
menggariskan pesona citra
pada kehidupanku

Segala kasih bunda
adalah tiupan lembut
nafas cinta

Tiupan yang mengantarkan insan
ke gerbang
kedewasaan

Bunda…
ialah sinar sanubari
bagi hari-hari
rinduku padanya

Ada dan tiada dirimu
‘kan selalu ada
Di dalam hatiku

Aku…
‘kan selamanya
mencintaimu
Bunda…

Malam yang Menggoreskan Hati

Sore itu matahari tak tampak ketika ia ingin bersembunyi dan lenyap dari pandangan manusia karena sore itu, awan menyelimuti Bumi dengan kelamnya sehingga meneteskan air yang turun dari langit dan memenuhi alam sekitarnya dengan genangan air hujan.
Malam menjelma dengan cepat. Hujan masih saja turun dari langit. Seorang wanita yang bernama Gadis sedang menanti seseorang untuk meneleponnya. Seseorang yang ia nantikan adalah orang yang ia sayangi. Orang itu adalah calon suaminya.
Pada malam-malam sebelumnya, Gadis dan calon suaminya yang bernama Putra tak pernah berteleponan karena mereka ingin menjaga hati mereka dari zina hati. Mereka ingin menjaga hubungan mereka selama mereka belum menikah agar dapat meraih cintanya Allah.
Tak terasa, handphone Gadis berdering. “Abang !” gumam Gadis menyuarakan sebutannya pada calon suaminya itu.
“Assalamu’alaikum Abang … “ sapa Gadis dalam telpon.
“Wa’alaikumussalam Adikku … Gadis, kata Gadis ada sesuatu yang perlu kita bicarakan malam ini ?” tanya Putra pada Gadis.
“Iya, benar Bang.” Lalu mereka membahas sesuatu yang tak bisa ku jelaskan di sini.
Tiba-tiba saja, handphone Putra yang lainnya berbunyi pertanda sms masuk. Kebetulan Putra memiliki dua buah handphone. Perbincangan terhenti sejenak.
“Gadis mengenal Citra? Di Facebook, dia berteman denganmu.”
Aku mengingat beberapa menit, “Iya .. Gadis mengetahuinya tapi Gadis tak tahu siapa dia. Memangnya dia siapa ?”
Lalu, Putra menceritakan siapa Citra itu. Citra adalah seorang wanita yang pernah bertemu dengan Putra ketika mereka bergabung dalam sebuah organisasi. Citra juga tahu bahwa Putra sudah mengkhitbah Gadis. Sudah beberapa minggu terakhir ini, Putra dan Citra sering bersms-an. Citra menceritakan tentang hidupnya pada Putra ( curhat ). Dan terdengar kabar juga, bahwa Citra pernah mengikuti lomba sampai tingkat Internasional.
Mendengar penuturan dari Putra atas cerita tentang Citra, hati Gadis menjadi tak karuan. Ia merasa tak senang atas kedekatan Putra dan Citra. Ditambah dengan seringnya bersms-an beberapa minggu terakhir ini.
Gadis merasa cemburu, karena calon suaminya bersms-an dengan wanita lain tanpa pemberitahuan sedikitpun padanya. Ia berusaha memendam rasa cemburu itu. Ia tak ingin mengeluarkan amarahnya pada Putra.
Bagi Gadis ini suatu hal yang sangat menyakitkan. Ia tak pernah menahan rasa cemburu sampai seperih ini. Air matanya mengalir membasahi pipi manisnya. Tapi Putra tak menyadari bahwa hati Gadis sangat cemburu dan perih merasakan sikap yang tak pantas dari Putra, apalagi Gadis sampai menangis.
Kali ini, Gadis tak mengutarakan perasaannya pada Putra. Ia ingin membiarkan Putra seperti itu. Walaupun hatinya begitu sakit, ia akan menunggu sampai kapan Putra seperti itu. Gadis tak pernah berhubungan dengan orang lain khususnya laki-laki tanpa pemberitahuan pada Putra. Ia melakukan itu agar ukhuwah di antara mereka terjalin dengan baik, tanpa ada rasa cemburu sedikitpun.
Tiba-tiba, “Gadis, kenapa kamu diam ? Kamu cemburu ?”
Sambil menangis, Gadis pun menjawab pertanyaan itu dengan lembut tanpa ada rasa marah sedikitpun. “Tidak, Gadis biasa saja. Tidak apa-apa kok.”
Tit tit tit. Telpon pun berakhir pertanda satu jam telah dilewati.
Malam semakin larut, Ia terus menangis karena hatinya begitu perih. Gadis mengetahui bahwa tadi ia telah berbohong pada Putra.
Ia sengaja berbohong pada Putra agar tidak terjadi keributan dan kesalahpahaman pada Citra nantinya karena Citra membutuhkan Putra sebagai tempat share baginya karena ia mengalami suatu kejadian.
Gadis tahu bahwa Putra belumlah sah menjadi suaminya maka oleh karena itulah ia memendam rasa itu dan tak akan diutarakannya pada Putra demi mempertahankan maruahnya.
Ia berniat, esok hari ia akan pergi ke tempat yang sangat ia sukai. Dan mencurahkan semuanya.
Malam ini, Gadis hanya bisa menangis sambil bertitah pada Allah Swt, Dzat yang mengetahui semuanya. Sekejap saja, ia langsung tertidur dengan linangan air mata pada pipi rapuhnya.

Fira | Puisi

Tangan-tangan Mungil Menggapai Langit Cinta

Duka adalah angin kelam yang telah berlalu
Yang terus membayangi
Dan menghinggap
Pada butir air mata kerinduan

Usia mata beningmu yang sangat muda
Hati sucimu yang mempesona
Bibir manismu yang merah merekah
Dan musim umurmu
Yang penuh kegurauan
Tapi telah kau tebar cinta hangat itu
Pada langit bahagia kehidupanmu

Kau bertanya padaku
Tentang percikkan
Cahaya sang surya
Percayalah
Kilauannya tak seterang
Mata bunda

Tatapan sang bunda
Yang menghadirkan kehangatan cinta
Menggantikan sinarnya mentari
Menjadi cahaya abadi rindunya

Kau bertanya padaku
Tentang kokohnya langit
Yang bertonggak tanpa tiang
Percayalah
Kekuatannya tak setangguh
Bahu ayah

Dikala ia memanggulmu
Dengan kasih dan sayang
Serta keikhlasan cintanya

Hasrat ayah bunda
Selalu hadir
Pada langit malam kasihmu
Berkelap-kelip
Menyinari kelam dan cerah hidupmu

Apakah kau tahu?
Bunda…
Bunda adalah sinar mentari yang luar biasa
Sebab ia
Menciptakan kehidupan cinta
Dan menaburinya dengan senyum

Kau tahu?
Ayah…
Ayah adalah tetesan air keikhlasan
Sebab ia
Memberikan jalan untuk melangkah

Sanubari cintamu pada ayah bunda
Telah kau curahkan
Dalam munajat dan tetesan rindumu

Kau pun melangkah
Untuk melukis puisi cinta
Bagi sang ayah bunda kesayanganmu

Ku yakin…
Tangan-tangan mungilmu dapat mengukir langit
Dengan kata cinta
Pada senandung ayah bunda


Design by WPThemesExpert | Blogger Template by BlogTemplate4U